Oleh: Lizzie Dearden
3 Maret 2016
Sumber: Independent
Jenderal Phil Breedlove mengklaim warga sipil sengaja dibom untuk mendorong migrasi ke Eropa.
Rusia dan Suriah mengebom warga sipil Suriah tanpa pandang bulu untuk mendorong krisis pengungsi dan “mempersenjatakan migrasi”, klaim seorang panglima NATO.
Jenderal Phil Breedlove, Panglima Supreme Headquarters Allied Powers Europe NATO dan kepala Komando AS di Eropa, menyebut senjata-senjata seperti bom barel tak punya nilai militer untuk mengenai target presisi dan justru meneror orang-orang yang tinggal di wilayah kendali pemberontak.
Dia berkata kepada Senate Armed Services Committee bahwa penghancuran itu merupakan bagian dari strategi disengaja untuk “mengeluarkan mereka ke jalanan” dan “menjadikan mereka masalah bagi orang lain”.

“Masuknya Rusia ke dalam pertempuran Suriah telah memperburuk masalah, mengubah dinamika di udara dan darat,” kata Jenderal Breedlove kepada para politisi termasuk Senator John McCain.
“Meski pengumuman publik berkata sebaliknya, Rusia tak berbuat banyak untuk menghadang Daesh (ISIS) tapi berbuat sangat banyak untuk menyokong rezim Assad dan para sekutunya. Bersama-sama, Rusia dan rezim Assad sengaja mempersenjatakan migrasi dalam upaya memberati struktur-struktur Eropa dan mematahkan keteguhan Eropa. Semua usaha konstruktif untuk mengakhiri perang boleh saja tapi tindakan harus berbicara lebih nyaring daripada perkataan.”
Vladimir Putin meluncurkan intervensi Rusia di Suriah atas permintaan Bashar al-Assad bulan September lalu dan serangan udara Kremlin telah menopang kemajuan signifikan rezim melawan oposisi.
Moskow bersikeras ISIS adalah sasaran utamanya tapi kelompok-kelompok oposisi dan para pemimpin Barat menuding serangannya menyasar terutama wilayah-wilayah yang dikendalikan oleh oposisi, menewaskan tak terhitung warga sipil.
Presiden Rusia membantu memperantarai gencatan senjata berkelanjutan antara pasukan rezim, kelompok oposisi “moderat”, dan para penyokong masing-masing, tapi ISIS, Jabhah Nusra, dan kelompok-kelompok lain yang ditetapkan sebagai teroris oleh PBB tidak termasuk bagian dari gencatan senjata dan pertempuran terus berlanjut, walau pada skala jauh lebih kecil.
Selama masa persiapan menuju “penghentian permusuhan sementara” yang dimulai pada hari Sabtu, pasukan Rusia dan Suriah dituding sengaja menyasar rumah sakit dan prasarana sipil, berpotensi termasuk kejahatan perang.
Dalam sebuah laporan yang dilansir hari Kamis, Amnesty International mengklaim punya “bukti kuat” atas sekurangnya enam serangan disengaja terhadap fasilitas medis di kegubernuran Aleppo selama 12 pekan terakhir.

Kemajuan rezim memicu banjir pengungsi baru ke Turki, sementara para pencari suaka terus berdatangan ke pulau-pulau Yunani kurang-lebih 10 kali lipat dari periode yang sama pada 2015, yang merupakan tahun pemecah rekor.
Jenderal Breedlove mengulang-ulang kekhawatiran bahwa ISIS bisa memanfaatkan krisis ini untuk mengirim pejuangnya ke Eropa, sebagaimana mereka lakukan sebelum serangan Paris bulan November lalu.
Dia berkata bahwa arus migran yang menyeberangi Laut Aegea “menyamarkan pergerakan para kriminal, teroris, dan pejuang asing”.
“Dalam percampuradukan ini, ISIL (ISIS) atau Daesh menyebar seperti kanker, memanfaatkan jalur-jalur berhambatan paling kecil, mengancam negara-negara Eropa dan negara kita sendiri dengan serangan teror,” tambahnya pada hari Selasa.
US Army in Europe (USAREUR) sedang bekerjasama dengan agensi-agensi Amerika dan sekutu internasional untuk melacak para pejuang yang pulang dan berbagi informasi intelijen tentang terduga ekstrimis.
Dalam keterangan tertulis kepada komite AS itu, Jenderal Breedlove menyebut tentangan publik terhadap penyambutan pengungsi di beberapa negara Eropa juga bisa menimbulkan resiko keamanan.

“Nasionalis lokal yang menentang masuknya orang asing dalam skala besar bisa semakin bersifat keras, berdasarkan sejumlah kecil serangan terhadap migran dan pemondokan pengungsi yang teramati sampai saat ini,” catatnya.
Mantan Komisaris Tinggi PBB Untuk Pengungsi, António Guterres, mendesak negara-negara tidak menggunakan ancaman terorisme untuk menelantarkan ratusan ribu pencari suaka yang terus mengungsi dari konflik dan persekusi.
“Bukan arus pengungsi yang menyebabkan terorisme, tapi terorisme, tirani, dan peranglah yang menciptakan pengungsi,” tuturnya.
“Jelas strategi Daesh (ISIS) bukan cuma mengadu domba orang Eropa dengan pengungsi, tapi juga, di dalam Eropa, mengadu domba warga dengan warga di dalam masyarakat, masyarakat dengan masyarakat di dalam negara, dan negara dengan negara di Uni Eropa.”
Lebih dari 133.000 migran telah tiba di Eropa lewat laut tahun ini, menurut UNHCR, dengan sekurangnya 400 orang tenggelam dalam usaha tersebut.