Peran China Dalam Krisis Suriah

Oleh: David Volodzko
28 September 2015
Sumber: The Diplomat

Tinjauan sejarah membuktikan peran utama China dalam mempersenjatai rezim Assad, dengan demikian berkontribusi pada perang sipil hari ini.

Dua tank hancur di depan sebuah masjid di Azaz, Suriah.
Kredit: Flickr/Christiaan Triebert

Baru-baru ini saya keberatan terhadap media China yang membuat modal politik dari krisis pengungsi Suriah dengan mencela AS lantaran tidak berbuat lebih banyak untuk membantu. Sejak saat itu teman-teman dan para pembaca merasa tersinggung oleh teori bahwa China sedang melempar batu dari dalam rumah kaca, dan sejujurnya, kesalahan ada pada saya karena menyajikan argumen yang terlalu menyederhanakan sebab-akibat.

Saya sudah perhatikan bagaimana China melapisbaja Suriah dengan sistem pertahanan udara lewat Iran, tapi para apologis menangkis dengan menyebut pergaulan ini renggang, paling banter. Dan meski sulit untuk membayangkan China tak tahu soal transaksi Iran, argumen tak terbantahkan atas kebersalahan China seharusnya membuktikan ketergantungan sebab-akibat—yakni, seandainya China tidak mengambil tindakan tertentu, situasi saat ini takkan mungkin terwujud. Jadi, karena serangan al-Assad terjadi setelah dia memiliki teknologi kimia dan balistik, kita harus tunjukkan bahwa China secara langsung menyediakan teknologi ini ke Suriah. Untungnya, catatan sejarah sangat gamblang soal ini.

Pada 1988, China menjual rudal M-9 ke Suriah, terlepas dari tentangan AS, walaupun para diplomat AS kemudian membujuk Beijing untuk membatalkan pengiriman. Pada 1991, Bush mengakhiri penjualan teknologi satelit ke China karena China menjual senjata ke Suriah, dan sebelum Beijing berjanji untuk berhenti, Menteri Luar Negeri James A. Baker menunda kunjungan ke Beijing. China membuat janji itu, tapi kedapatan melapisbaja Suriah hanya beberapa bulan kemudian.

Untuk terus memasukkan senjata, meski sudah berjanji tidak akan menjual rudal, China lantas mulai menjual komponen rudal ke Suriah. Pada 1996, ia lagi-lagi kedapatan menjual teknologi rudal ke Suriah, dan pada 1999 ia mengirim 10 ton serbuk aluminium ke Centre des Etudes de Recherche Scientifique (CERS) di Suriah, yang mengoperasikan program rudal negara itu. Ini berlanjut sampai tahun 2000-an. Sebagai contoh, pada 2002 China mengusulkan pusat produksi Scud Suriah dan dari 2006 sampai 2010, China adalah satu dari lima besar penyedia persenjataan konvensional Suriah. Dan jangan lupa, pemersenjataan berat Suriah ini berlangsung selama 30 tahun pendudukan militer Suriah atas Lebanon dan jauh setelah sinar kepemimpinan potensial Hafez al-Assad meredup dan putera lalimnya, Bashar al-Assad, mengambil kekuasaan.

Akhirnya, pada 2 Februari 2011, 15 orang mengadakan nyala lilin di Damaskus dan pemerintah merespon dengan kekuatan brutal, memicu “Hari Kemarahan” 3 Februari. Pada 2012, mantan Utusan China untuk PBB Li Baodong berkomentar, “Penting sekali untuk segera mengakhiri semua kekerasan di Suriah”—bahkan selagi China terus memompa senjata ke Suriah.

Tapi Rusia dan China mematikan resolusi PBB untuk intervensi pasca pembantaian di Ghouta. Ketika para penilik senjata PBB mengemukakan sebuah laporan pada September 2013 yang menunjukkan penggunaan gas sarin oleh al-Assad, Rusia dan China menolak percaya. Dan pada April 2014 ketika Kafr Zita dihantam gas klorin, bukti menunjukkan klorin itu berasal dari perusahaan milik negara China North Industries (Norinco).

China lalu menyatakan akan menyelidiki Norinco, dan Norinco membantah terlibat. Tapi sejak saat itu Norinco kedapatan menjual ke Sudan Selatan, terlepas dari fakta bahwa pemerintah Sudan Selatan dikenal atas “perataan seluruh desa, pembakaran manusia hidup-hidup, dan pemerkosaan anak”. Dan ya, kalau-kalau Anda heran, China sudah berjanji untuk berhenti menjual senjata ke pemerintah ini juga.

Dengan kata lain, terlepas dari agresi militer Suriah terhadap Israel, Lebanon, dan rakyatnya sendiri, China bekerja keras untuk memasukkan senjata ke Suriah sebanyak mampu dibayar oleh Suriah, kurang-lebih mengabaikan protes AS. Tak ada yang berbuat lebih banyak untuk membantu membangun militer Suriah dibanding Rusia, China, dan Iran. Dan tak ada yang berbuat lebih banyak untuk mencegah masuknya senjata ke Suriah dibanding AS. Tapi kini setelah kekerasan militer Suriah menghasilkan krisis internasional, media China ingin berpura-pura bahwa pemerintah mereka tak memainkan peran apapun dalam perkembangan nasib Suriah dan, terlebih lagi, bahwa AS patut disalahkan.

Seandainya China tidak mempersenjatai Suriah selama puluhan tahun, pemerintah Suriah tidak akan mampu melakukan kekerasan dalam skala saat ini. Seandainya China mengambil langkah untuk mengatur perusahaan-perusahaan macam Norinco secara lebih teliti, pemerintah Suriah tidak akan memperoleh senjata kimia begitu mudah. Tapi sikap Beijing adalah, seperti komentar seorang pejabat Beijing, “urusan China urusannya sendiri”.

Dan kalaupun kita berpura-pura China tidak mempersenjatai Suriah selama puluhan tahun, China tetap punya tanggungjawab dalam krisis ini sebagai anggota perjanjian pengungsi PBB, Konvensi 1951 dan Protokol 1967. Namun, tujuan saya bukan untuk sekadar menyalahkan China—ada banyak kesalahan di sini untuk dibagi-bagikan—tapi untuk menunjukkan bahwa China tidak pantas berpura-pura tak bersalah seraya menyalahkan AS.

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.